Selasa, 28 Oktober 2008

Teknik Gel Test

Tehnik Gel Test
Dalam Pemeriksaan Serologi Golongan Darah

Pendahuluan :

Gel Test ditemukan pertama kali oleh Y.Lapierre pada tahun 1984 di Regional Blood Transfusion Center of Lyon. Lapierre telah melakukan bermacam-macam percobaan, misalnya dengan Gelatin, polyacrylamide,Solid nets,Silica Beads, Ficoll dan Dextran gels.

Dan akhirnay Lapierre menemukan bahwa pemeriksaan yang terbaik untuk dapat membedakan antara reaksi positip dengan reaksi negatip secara jelas dan stabil, yaitu dengan menggunakan Sephadex G 100 Superfine yang secara kebetulan ditemukan, oleh karena kesalahan tehnisi laboratorium saat memesan Sephadex G 100 yang seharusnya Sephadex G 25.

Akhirnya untuk menentukan parameter centrifugasi, bentuk tube dan komposisi medium serta antiglobulin serum yang sesuai tidak membutuhkan waktu yang lama,sehingga pada :

§ Tahun 1985 dilakukan regiatrasi patent yang pertama

§ Tahun 1987 uji coba di lapangan

§ Tahun 1988 dibuat kit pertama

Metode gel test dapat digunakan pada pemeriksaan :

§ Sistim golongan darah ( ABO,Phenotyp Rhesus, subgroup A dan H, Kell, Duffy, Kidd, Lewis, MNS, P1, Lutheran, dan profil antigen lainnya.

§ Uji Cocok Serasi

§ Skrining antibodi

§ Identifikasi antibodi

Persiapan bahan pemeriksaan :

§ Pisahkan sel darah merah dengan plasma/ serum

§ Biarkan larutan ID Diluent 2 ( modified LISS ) pada suhu kamar

§ Buat suspensi sel daerah merah 5% dalam larutan LISS, yaitu :

Ø 500 ul diluent 2 ( modified LISS ) + 50 ul whole blood

Ø 500 ul diluent 2 ( modified LISS ) + 25 ul packed red cells

Persiapan bahan pemeriksaan terhadap sampel yang memiliki kelainan :

Ø Sampel dengan cold aglutinin

· Hangatkan sampel selama 20 menit pada suhu 37°C

· Pisahkan serum dan sel dalam keadaan hangat / suhu 37°C

· Cuci sel dengan saline hangat sampai dengan tidak ada aglutinasi

· Biarkan larutan ID Diluent 2 ( modified LISS ) pada suhu kamar

· Buat suspensi sel daerah merah 5% dalam larutan LISS, yaitu :

Ø 500 ul diluent 2 ( modified LISS ) + 25 ul packed red cells

Pemeriksaan Golongan Darah ABO / Serum Grouping dan Rhesus faktor

( Mengandung monoclonal antiserum )

Bahan pemeriksaan dan reagen :

1. ID card : ABO/D(VI.)-ctl/ A1-B ( ABO/D + Revers Grouping )

2. Larutan ID diluent 2 ( modified LISS )

3. Standar sel A 5% dan standar sel B 5%.

4. Sampel sel suspensi 5% dalam diluent 2

5. Sampel serum/plasma

Peralatan :

1. ID. Centrifuge

2. ID. Inkubator

3. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )

4. ID. Pipetor

5. Tips

6. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 ml )

7. ID. Rider M ( Equepment for automated prosedures )

Cara pemeriksaan :

1. Siapkan ID card ABO/D + Revers Grouping

2. Beri label nama pasien / nomor donor pada ID card

3. Buka penutup card ( alumunium foil )

4. Teteskan 10 ul standar sel-A 5% juga 10 ul standar sel-B 5% kedalam microtube no 5 dan 6 (A1 dan B)

5. Teteskan 10 ul sampel sel 5% kedalam microtube no .4

6. Teteskan 25 ul sampel serum/plasma kedalam microtube no. 4, 5 dan 6

7. Diamkan pada suhu kamar selama 10 menit

8. Teteskan 10 ul sampel sel suspensi 5% kedalam mikrotube no. 1, 2, dan 3 (-A,-B,-D)

9. Putar ID card selama 10 menit dalam ID centrifuge

10. Baca dan catat hasil

Interpretasi hasil :

· Positip : Bentuk aglutinasi sel pada permukaan gel atau bentuk aglutinasi

sel menyebar pada gel.

· Negatip : sel padat didasar microtube

Pemeriksaan uji cocok serasi dengan LISS / Coombs

( mengandung AHG : Rabbit anti IgG, monoclonal C3d )

Bahan pemeriksaan dan reagen :

1. ID card : Liss / Coombs

2. Larutan ID diluent 2 ( modified LISS )

3. Sampel suspensi 1% pasien / donor dalam diluent 2

4. Sampel Serum/plasma pasien / donor

Peralatan :

1. ID. Centrifuge

2. ID. Inkubator

3. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )

4. ID. Pipetor

5. Tips

6. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 ml )

7. ID. Rider M ( Equepment for automated prosedures )

Cara pemeriksaan :

1. Siapkan ID card Liss/Coombs

2. Beri label nama pasien/nomor donor pada ID card

3. Buka penutup card ( alumunium foil )

4. Mayor :

Microtube I : 50 ul sel donor suspensi 1% + 25 ul serum pasien

5. Minor :

Microtube II : 50 ul sel pasien suspensi 1% + 25 ul serum donor

6. Auto Kontrol :

Microtube III : 50 ul sel pasien suspensi 1% + 25 ul serum pasien

7. Inkubasi ID card selama 15 menit pada suhu 37ºC

8. Putar ID card selama 10 menit dalam ID centrifuge

9. baca dan catat hasil

Interpretasi hasil :

· Positip : Bentuk aglutinasi sel pada permukaan gel atau bentuk aglutinasi

sel menyebar pada gel.

· Negatip : sel padat didasar microtube

Pemeriksaan Direck coombs test

( DC Screening II : mengandung monospesifik anti-IgG dan anti-C3d )

Bahan pemeriksaan dan reagen :

1. ID card : Liss / Coombs

2. Larutan ID diluent 2 ( modified LISS )

3. Sel pasien suspensi 1% dalam diluent 2

Peralatan :

1. ID. Centrifuge

2. ID. Inkubator

3. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )

4. ID. Pipetor

5. Tips

6. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 ml )

7. ID. Rider M ( Equepment for automated prosedures )

Cara pemeriksaan :

1. Siapkan ID card DC Screening II

2. Beri label nama pasien pada ID card

3. Buka penutup card (alumunium foil)

4. Tambahkan 50 ul sel pasien suspensi 1% kedalam masing-masing microtube no. 1, 2, 3 ( IgG, C3d, Control )

5. Putar selama 10 menit dalam ID centrifuge

6. Baca dan catat hasil

Interpretasi hasil :

· Positip : Bentuk aglutinasi sel pada permukaan gel atau bentuk aglutinasi

sel menyebar pada gel.

· Negatip : sel padat didasar microtube

Pemeriksaan Screening antibody

( mengandung AHG : Rabbit anti IgG, monoclonal C3d )

Bahan pemeriksaan dan reagen :

1. ID card : Liss / Coombs

2. Larutan ID diluent 2 ( modified LISS )

3. Sel pasien suspensi 1% dalam diluent 2

4. Sel panel kecil (abtectcell ) suspensi 1% dalam diluent 2

Peralatan :

1. ID. Centrifuge

2. ID. Inkubator

3. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )

4. ID. Pipetor

5. Tips

6. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 ml )

7. ID. Rider M ( Equepment for automated prosedures )

Cara pemeriksaan :

1. Siapkan ID card Liss/Coombs

2. Beri label nama pasien pada ID card

3. Buka penutup card (alumunium foil)

4.

· S1 à Microtube I : 50 ul sel S1(abtectcell) suspensi 1%

· S2 à Microtube II : 50 ul sel S2 (abtectcell ) suspensi 1%

· Auto kontrol à Microtube III : 50 ul sel pasien suspensi 1%

  1. Teteskan masing-masing 25 ul serum pasien pada microtube I, II, III
  2. Inkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit dalam ID Inkubator
  3. Putar selama 10 menit dalam ID centrifuge
  4. Baca dan simpulkan sesuai dengan tabel sel panel serta catat hasil

Interpretasi hasil :

· Positip : Bentuk aglutinasi sel pada permukaan gel atau bentuk aglutinasi

sel menyebar pada gel.

· Negatip : sel padat didasar microtube

Pemeriksaan Identifikasi antibody

( mengandung AHG : Rabbit anti IgG, monoclonal C3d )

Bahan pemeriksaan dan reagen :

1. ID card : Liss / Coombs

2. Larutan ID diluent 2 ( modified LISS )

3. Sel pasien suspensi 1% dalam diluent 2

4. Sel panel besar (Phenocell) suspensi 1% dalam diluent 2

5. Standar sel A 5% atau 1% dan standar sel B 5% atau 1% dalam diluent 2.

Peralatan :

1. ID. Centrifuge

2. ID. Inkubator

3. ID. Working table ( ID card holder & tube holder )

4. ID. Pipetor

5. Tips

6. ID. Dispenser ( ukuran 0.5 ml )

7. ID. Rider M ( Equepment for automated prosedures )

Cara pemeriksaan :

1. Siapkan ID card Liss/Coombs

2. Beri label nama pasien pada ID card

3. Buka penutup card (alumunium foil)

4.

· 1 à Microtube 1 : 50 ul Phenocell no.1 suspensi 1%

· 2 à Microtube 2 : 50 ul Phenocell no.2 suspensi 1%

· 3 à Microtube 3 : 50 ul Phenocell no.3 suspensi 1%

· 4 à Microtube 4 : 50 ul Phenocell no.4 suspensi 1%

· 5 à Microtube 5 : 50 ul Phenocell no.5 suspensi 1%

· 6 à Microtube 6 : 50 ul Phenocell no.6 suspensi 1%

· 7 à Microtube 7 : 50 ul Phenocell no.7 suspensi 1%

· 8 à Microtube 8 : 50 ul Phenocell no.8 suspensi 1%

· 9 à Microtube 9 : 50 ul Phenocell no.9 suspensi 1%

· 10 à Microtube 10 : 50 ul Phenocell no.10 suspensi 1%

· 11 à Microtube 11 : 50 ul Phenocell no.11 suspensi 1%

· A/B à Microtube 12 : 50 ul sel segolongan dengan pasien

( A/ B suspensi 1% )

5. Teteskan masing-masing 25 ul serum pasien pada microtube 1-12

6. Inkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit dalam ID Inkubator

7. Putar selama 10 menit dalam ID centrifuge

8. Baca dan simpulkan sesuai dengan tabel sel panel serta catat hasil

Interpretasi hasil :

· Positip : Bentuk aglutinasi sel pada permukaan gel atau bentuk aglutinasi

sel menyebar pada gel.

· Negatip : sel padat didasar microtube

Daftar pustaka :

    1. Tehnik Gel Test, oleh DR. Med Ellyani Sindu pada pelatihan dokter kepala UTD PMI Jakarta 2001
    2. Tehnik Gel Test, oleh DR. Med Ellyani Sindu pada pelatihan dokter kepala UTD PMI Jakarta 2002
    3. Makalah Workshop Bangkok April 2002
    4. Leaflet DC – Screening II DAT Diamed – ID micro typing system
    5. Denise M. Harmening, Modern Blood Banking and Transfusion Practices

Senin, 20 Oktober 2008

METABOLISME DARAH SELAMA PENYIMPANAN

Pada darah yang disimpan di luar tubuh (dalam botol/kantong plastik), dimana kondisinya sangat berbeda dengan kondisi dalam tubuh, dan keseimbangan alamiah tidak ada, maka tentunya akan terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai hal, termasuk perubahan-perubahan dalam metabolisme darah tersebut.

Adapun perubahan-perubahan yang terjadi selama penyimpanan invitro tersebut adalah sebagai berikut :

1. Daya hidup sel darah merah

a. Daya hidup sel darah merah

Pada waktu penyadapan dalam botol ± 1 – 5 % sel darah merah rusak.

Setelah darah disimpan 2 minggu dalam ACD, walaupun hampir semua sel darah mudah hidup normal setelah ditransfusikan, kira-kira 10 % musnah dalam waktu 24 jam. Setelah penyimpanan 4 minggu dalam ACD, daya hidup setelah transfusi menurun dan sebanyak 25% dari sel darah merah hancur dalam bekerja jam pertama setelah transfusi. Makin lama darah disimpan makin banyak sel darah merah yang dihancurkan dan makin kecil jumlah sel darah merah yang dapat bertahan hidup. % sel darah merah yang hidup 24 jam setelah transfusi menjadi patokan perhitungan masa simpan darah dalam bentuk cair, minimal 70 %. Bila sel darah merah yang hidup 24 jam setelah transfusi <>® tidak baik untuk resipien.

Hilangnya daya hidup sel darah merah yang disimpan disebabkan minimal oleh 2 faktor :

1) Kekakuan membran sel darah merah : yang invitro reversible dengan penambahan ATP sebelum transfusi.

2) Hilangnya lipid membran sel darah merah yang tidak dapat dielakkan pada penyimpanan pada 40C.

Pengaruh anticoagulant :

- Heparin : kerusakan sel darah merah sangat cepat, setelah penyimpanan 6 – 10 hari daya hidup posttransfusi tidak lebih dari 60% (Moelison & Joung 1942).

- Trisodium Sitrat : kerusakan yang cepat terjadi, setelah 1 minggu hanya 50 % sel darah merah yang hidup dan setelah 2 minggu hampir tidak ada yang hidup (Ross et al, 1947).

- Penambahan dextrose : dapat memperbaiki daya hidup sel darah merah, karena dextrose menurun. Hidrolis aster phosphor selama penyimpanan (Aylward et al, 1940) dan yang merupakan sumber energi untuk sirtosa senyawa phosphate orang itu diphosphoglycorate dan ATP.

b. Daya hidup trombosit

Pada waktu penyadapan yang terjadi kerusakan trombosit (terutama botol). Tergantung pada suhu penyimpanan, lama simpan dan hidup trombosit berbeda-beda :

Bila disimpan pada 40 C : - Daya hidup pendek

- Tapi daya hemostatik lebih baik.

- Dapat disimpan selama 72 jam.

Bila disimpan pada 18 – 200 C : - Daya hidup lebih baik.

- Daya hemostatik kurang

- Bila disimpan dengan goyangan dan dalam kantong khusus dapat disimpan sekitar 5 hari.

c. Daya hidup lekosit

Bila disimpan pada 40 C, setelah 48 jam timbul perubahan bentuk yang besar dan setelah 72 jam kehilangan daya phagosytosis.

2. Penurunan Kadar ATP

Selama penyimpanan kadar ATP menurun dan ini berhubungan dengan perubahan-perubahan pada sel darah merah (Haradin et al, 1969) yaitu :

1) Perubahan bentuk sel dari ceper (discs) menjadi lebih bulat (spheres).

2) Hilangnya lemak membran sel (± 25 % setelah penyimpanan 28 hari dalam ACD).

3) Menurunnya : critical haemolotyc volume (mungkin berhubungan dengan hilangnya lemak membran).

4) Bertambah kakunya sel.

Ad.2) Berhubungan dengan pembentukan microvesicles yang disebabkan gangguan hemeostatis Ca2+ (Allan, 1976).

Ad.4) Dapat dibuktikan dengan mengukur tebalnya kepadatan sel darah merah yang diputar (centrifuge). Setelah 1 minggu dalam ACD, sel darah merah kaku sama seperti sel darah merah yang dimasukkan formalin (Sirs, 1960).

Juga nilai hematokrit (PVC) meningkat pesat, tapi ini bukan disebabkan karena membengkaknya sel darah merah tapi lebih disebabkan karena terperangkapnya plasma yang mungkin disebabkan karena meningkatnya kekakuan sel darah merah.

Peranan ATP dalam mempertahankan daya hidup sel darah merah dibuktikan oleh beberapa penyelidik (Rapeport 1947, Nakao 1960, Akarblom 1967). Menurut Akorblom kadar ATP yang 1/3 x normal ® daya hidupnya hanya 50 %.

3. Penurunan 2,3 Diphosphoglcarata (DPG).

Kompleks/senyawa Hemoglobin – phosphat organik dalam sel darah merah memegang peranan penting dalam melepaskan O2 (Chanutin & Curnish 1967, Benesch & Benesch 1967).

Dalam sel darah merah manusia DPG sel darah merah hampir equimolar dengan Hemoglobin. DPG dalam konsentrasi yang biasa terdapat dalam sel darah merah, menurunkan afinitas (daya ikat) Hemoglobin terhadap oksigen.

1 molekul DPG berikatan dengan 1 molekul deoxy – Hemoglobin membentuk kompleks yang sangat resisten terhadap oksigenasi, DPG harus dilepaskan, agar O2 dapat diikat.

ATP yang mempunyai efek yang sama dengan DPG, tapi konsentrasi ATP 4-5 kali lebih rendah. (Benesch – Benesch 1969). Valtis & Kennedy (1954) orang yang pertama yang mendapatkan bahwa kurve disosiasi oksigen bergeser kekiri pada darah yang disimpan dalam sitras, yang berarti darah tersebut setelah ditransfusikan setidaknya untuk sementara tidak sanggup melepaskan oksigen kejaringan sebanyak pelepasan O2 dalam darah normal.

Perubahan maksimal terjadi setelah penyimpanan 1 minggu dalam ACD. (Gullbring & Strom 1956).

Kesimpulan (Akerblem 1968), perubahan kurve disosiasi O2 dalam darah yang disimpan disebabkan oleh menurunnya DPG dan daya mengikat O2 darah simpan dapat kembali normal dengan mengikubasi sel darah merah dengan inosine.

Apakah kadar 2,3 DPG penting dalam klinik ?

Darah dengan 2,3 DPG rendah, dimana meningkatnya finites terhadap O2 (sel darah merah yang ditransfusikan) yang disertai dengan penurunan kapasitas melepaskan O2 ke jaringan, jelas tidak menguntungkan.

Bila darah yang telah disimpan lama, dimana kadar 2,3 DPG nya rendah ditransfusikan maka penambahan O2 jaringan tidak ada walaupun Hemoglobin sudah naik, terutama dalam 6 jam pertama setelah transfusi. Karena itu bila diperlukan resusitasi/oksigenasi cepat, penderita harus diberi darah yang berumur kurang dari 5 hari.

Pemulihan 2,3 DPG

In vivo kadar 2,3 DPG reversible, kadar mulai meningkat mulai jam ke 6 post transfusi dan akan maksimal setelah 36 jam.

Efek Pengocokan pada Darah Simpan

Bila selama disimpan, darah dikocok/goyang, kadar ATP akan lebih baik (Dern, 1970).

Pada darah dalam CPD + Adenina, menggoyang/mengocok darah 5 hari dalam seminggu, menyebabkan kadar ATP, DPG dan glukosa lebih baik. Bila dibandingkan bagian atas & bagian bawah darah yang disimpan, maka bagian bawah akan kurang baik keadaannya karena sedikit plasma, sehingga asam laktat mungkin kedalam sel. (Wood & Bentler 1973).

Efek pendinginan terhadap kadar 2,3 DPG

Pendinginan cepat dibawah 150 C dapat mencegah hilangnya DPG dari sel darah merah.

Darah yang disadap - suhu 300 C – dalam 2 jam dalam kamar pendingin akan mencapai suhu <>0 C (Prins & Loos, 1970).

Walaupun demikian pendinginan lambat yang tidak terlalu jelek, 6 jam pada suhu 21 – 240 C ® kehilangan DPG 13 % (Avey et al, 1978).

4. Perubahan-perubahan Lain

a. Penurunan pH darah (pengasaman)

Disebabkan karena :

1) Terbentuknya asam laktat karena berkurangnya glikolisis. Penurunan pH akan mempengaruhi kerja enzym seperti hexokinase & phosphofructokinase, yang akan menghambat glikolisis pada suhu 4 ± 20 C, glikolisis 40 kali lebih rendah dibandingkan dengan pada 370 C (0,05 mmol/l sel darah merah/jam pada 40C – 2 mmol/L sel darah merah/jam pada 370 C. (Strumia, 1954 dll).

2) PH antikoagulan yang rendah (pH ACD = 5,0 – 5,1)

PH CPD = 5,6 – 5,8

PH darah = 7

b. Peningkatan Hemoglobin plasma

Disebabkan karena hemolisis sel darah merah.

c. Peningkatan K+ plasma

Masuknya Natrium dan air kedalam sel, (pertukaran ion intra – ekstra selular), menyebabkan perubahan bentuk sel darah merah. Jangan memberikan darah yang berumur lebih dari 7 hari untuk penderita penyakit ginjal (bila ginjal tidak dapat membuangnya).

d. Peningkatan amoniak

Darah lama jangan diberikan pada penderita penyakit hati karena hati tidak akan dapat melakukan netralian.

e. Peningkatan asam laktat.

f. Penurunan kadar faktor pembekuan V & VIII

Pada penyimpanan pada 40 C, faktor ini menyusut banyak dalam 6 jam pertama.

g. Perubahan-perubahan sel darah merah

- Perubahan bentuk menjadi lebih bulat karena masuknya air + Natrium.

- Hilangnya lipid membran.

- Meningkatnya kekakuan sel.

Refersibilitas (Pemulihan) Perubahan-perubahan Pada Darah yang Disimpan

Beberapa perubahan yang terjadi pada sel darah merah yang disimpan bisa pulih kembali, baik in vitro maupun in vivo.

1) Pemulihan phosfat organik

Bila darah dengan DPG rendah ditransfusikan, kadarnya akan pulih menjadi 25 % nilai normal setelah 3 jam dan 50 % dalam 24 jam. (Valeri, Hirsch, 1969).

Baik DPG ataupun ATP dalam darah simpan dapat diperbaiki in vitro sebelum transfusi dengan menginkubasinya dengan puring nukleosid.

2) Pemulihan Elektrolit

- Darah ACD yang berumur 15 – 16 hari hampir mencapai kembali kadar Natrium normal dalam 24 jam post transfusi.

- Sedangkan kadar Kalium belum kembali normal dalam waktu 6 hari. (Valeri & Hirsch 1969, dengan tehnik differensial agglutination).

Daya Hidup (Viabilitas) Sel Darah Merah yang Disimpan

Daya hidup sel darah merah yang berasal dari berbagai donor Born et al (1966) membuktikan adanya perbedaan daya hidup yang bermakna diantara sel darah merah yang diambil dari donor yang berbeda. Dari seorang donor, ia mendapatkan daya hidup 24 jam post transfusi (24 hour survival), ialah 91%, 87 % dan 79 %, sedangkan dari seorang donor lain 73 %, 70 % dan 62%. C.A. Finch juga mendapatkan bahwa walaupun hampir semua darah donor normal yang telah disimpan 3 minggu dalam ACD mempunyai daya hidup 24 jam post transfusi 70 – 85 %, ada juga yang hanya 60 – 65 %.

Perbedaan Antara Sel Darah Muda & Sel Darah Yang Sudah Purna (Matang)

100 % darah yang disimpan dalam periode pendek (kurang dari 2 minggu) akan mengalami penghancuran dalam 24 jam, sisanya mempunyai daya hidup yang normal dengan penghancuran ± 1 % per hari. Sedangkan sel darah merah yang telah disimpan selama 28 hari, dalam 24 jam 25 % akan rusak dan keluar dari sirkulasi, sedangkan sisanya akan mengalami kerusakan lebih dari 1 % per hari. Ini diduga karena setelah penyimpanan jangka panjang sel darah merah yang muda akan lebih cepat rusak dari pada sel darah merrah yang telah sempurna pembentukannya

Hubungan Antara Perubahan Invitro dan Daya Hidup Post Transfusi

Beberapa perubahan invitro sangat berpengaruh terhadap daya hidup sel darah merah post transfusi.

Perubahan yang paling penting ialah perubahan bentuk sel darah merah.

Contoh : 100 % sel darah merah segar dapat melalui pipet berukuran 2,85mm (kira-kira sama dengan diameter pembuluh-pembuluh darah yang kecil-kecil - mikrosirkulasi – dilimpa) : sedangkan darah yang telah disimpan 3 minggu dalam ACD hanya 80 % yang dapat melewatinya. Seperti telah diketahui, yang berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah ialah ATP. Dalam minggu-minggu pertama penyimpanan, kadar ATP sel sangat berhubungan erat dengan daya hidup sel dan penambahan/pemulihan ATP akan meningkatkan daya hidup post transfusi. Akan tetapi setelah penyimpanan 7 – 8 minggu, walaupun sel darah merah diinkubasi dalam larutan adenin sehingga kadar ATP meningkat, namun daya hidup sel tidaklah bertambah. Terbukti bahwa ada faktor lain selain ATP yang juga berperan penting dalam menentukan daya hidup sel darah merah, mungkin yang paling penting ialah hilangnya lipid dari membran sel.

Usaha Meningkatkan Kadar enzym 2,3 DPG

1. Meningkatkan pH, yaitu dengan mengganti media ACD yang lebih asam (pH = 5 – 5,1) dengan CPD (pH = 5,6 – 5,8).

2. Menambah bahan kimia, seperti adenin.

3. Menyimpan darah dalam bentuk beku.

4. Memberikan cairan yang memudahkan kembali sel darah merah (rejuvenile solution), misalnya :

- Lovric Coctail.

- Pijpa Solution dll.

ISTILAH-ISTILAH :

Istilah macam darah berdasarkan lama penyimpanan.

Darah segar : darah yang telah disimpan 2 x 24 jam. Darah ini masih mengandung trombosit dan faktor pembekuan V & VIII yang masih cukup untuk terjadinya pembekuan.

Darah segar dipakai untuk penderita :

- Yang kekurangan sel darah merah disertai dengan gangguan pembekuan (hemostatis)

- Yang kekurangan trombosit

- Yang masih membutuhkan darah setelah mendapat transfusi 7-8 unit darah, jadi setelah unit 7/8, selanjutnya adalah darah segar.

- Yang memerlukan transfusi tukar.

Darah baru : darah yang telah disimpan selama 7 hari, darah ini mengandung cukup enzym 2,3 DPG dan baik untuk :

- resusitasi

- penderita penyakit ginjal

- penderita penyakit hati

Darah simpan : darah yang telah disimpan lebih dari 7 hari sampai dengan masa / tanggal kadaluarsa darah tersebut.

KEPUSTAKAAN

1. B.A.L Hurn – Storage Of Blood, Academic Press, London, New York, 1968 p; 17 – 25.

2. Bertram A. Lowy, Ernst R, Jaffe, Fimethy Hunt, Irving M. London, Barry H. Kaplan – Synthetic and Metabolic Activities of The Erythrocyte – dalam : Hematology; William.J.Williams, Ernest Beutler, Allan J. Erslov, R. Wayne Rundles, 1972, p; 100 – 120.

3. Bykov K.M, G.Y.Vladimirov, V.Y. Dalov, G.P.Konrady, A.D.Slonim – Text book of Physiology, Moscow, P.45 – 71.

4. Diana Clifford Kimber, Carolyn E. Gray, AM, RN – Text book of Anatomy and Physiology, 13th, edition, New York, 1959 p 315 – 333.

5. Ernest Beutler – Energy metabolisme, membrane fruction; and maintenance of erythrocytes – dalam Hematology; William J.Williams, Ernest Beutler, Allan J. Erslov, R. Wayne, 1972, p 132 – 141.

6. Helen M. Rauney – Transport Functions of The Erythrocyte – dalam Hematology : William J. Williams, Earnest Beutler, Allan J. Erslov, R. Wayne Rundles, 1972, p 146, 147, 150.

7. Masri Rustam H. Dr – Penyimpanan darah untuk transfusi – Almanak Transfusi Darah, 1978, p 75 – 77.

8. Masri Rustam H. Dr – perubahan yang terjadi selama penyimpanan darah – Penataran Dokter pimpinan DTD, 1981.

9. Mollison P.L – Blood Transfusion in Clinical Medicine, sixth edition, 1979, p 58 – 74.

10. Pane R. Sohmer, MD. Rhonda L. Scott, PhD – Clinical Implications of Stored Blood : Considerations of long – Term Recovery and Survival – dalam : Blood Stroge and Preservation, A Technical Workshop – AABB, 1982, p 43 – 47.

11. Virgil F. Fairbanks, Ernest Beutler – Iron Metabolism – dalam : Hematology; William J. Williams, Ernest Beutler, Allan J. Erslov, R. Wayne Rundles, 1972, p 124 – 131.

12. Yauong W.F – Fisiology Kedokteran (Review of Medical Physilogy), Edisi 9, 1979, p 507 – 512.